Krisis Air Bersih di Aceh Besar Ungkap Minimnya Perlindungan Air: Banda Aceh Terancam Tanpa Persiapan
Aceh Besar – Di tengah limpahan air yang menjadi ciri khas wilayah Aceh Besar dan sekitarnya, ironi muncul ketika ribuan warga justru harus bergantung pada bantuan air bersih akibat kemarau panjang yang melanda. Dalam beberapa hari terakhir, distribusi air bersih oleh BPBD Aceh Besar telah menjangkau sejumlah gampong terdampak, termasuk Seubun Ketapang (4 ton), Lamgaboh (2 ton), Lamkruet (8 ton), Meunasah Beutong (6 ton), hingga Gampong Lampisang di Kecamatan Peukan Bada (5 ton), dengan total distribusi mencapai lebih dari 75 ton air bersih.
"Penyaluran air bersih ini kita lakukan dengan penyesuaian dari dampak yang terjadi di masyarakat," ujar Ridwan Jamil, Kepala BPBD Aceh Besar yang akrab disapa RJ. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah mengerahkan armada tangki air khusus untuk menjangkau daerah yang mengalami krisis paling parah.
Namun, realitas ini menyoroti kegagalan sistemik dalam tata kelola air bersih di Aceh Besar. Air yang melimpah secara geografis tidak menjamin akses merata terhadap air layak konsumsi. Justru, kemarau sedikit saja memicu kepanikan dan kesulitan warga dalam menjalani aktivitas harian.
Lebih ironis, kondisi ini juga bisa terjadi di Banda Aceh, kota administratif yang seharusnya memiliki perencanaan sumber daya air yang lebih matang. Hingga kini, belum tampak kesiapan strategis dari pemerintah kota dalam menghadapi potensi krisis air bersih. Absennya sistem peringatan dini, teknologi konservasi air, dan investasi pada sumber-sumber alternatif seperti sumur dalam, embung desa, atau sistem daur ulang air domestik menjadikan masyarakat Banda Aceh berada di ambang bahaya serupa.
![]() |
Sumber mata di Kabupaten Aceh besar yang menjadi tumpuan kota banda Aceh mengalami erosi |
Melihat kondisi ini, perlu ada langkah sistemik yang tidak hanya bersifat tanggap darurat, tapi juga menjamin ketahanan air dalam jangka panjang. Beberapa solusi yang dapat segera dikaji dan diterapkan antara lain:
-
Pemetaan dan Proteksi Sumber Air
Pemerintah daerah perlu segera melakukan pemetaan sumber-sumber mata air dan melindungi kawasan resapan air dari alih fungsi lahan. -
Penguatan Infrastruktur Air Bersih
Pembangunan sistem penyimpanan dan distribusi air bersih (seperti embung, tandon komunitas, dan perpipaan) harus menjadi prioritas utama dalam anggaran daerah. -
Program Rehabilitasi dan Konservasi Air
Melibatkan masyarakat lokal untuk merestorasi daerah tangkapan air dan menerapkan teknologi konservasi, termasuk pemanenan air hujan dan penyaringan sederhana. -
Manajemen Risiko dan Edukasi Publik
Diperlukan sistem peringatan dini serta edukasi kepada warga agar lebih siap dalam menghadapi musim kemarau dan hemat dalam penggunaan air. -
Sinergi Kota-Kabupaten
Banda Aceh dan Aceh Besar harus menjalin sinergi dalam manajemen sumber daya air, terutama untuk kawasan-kawasan penyangga dan pinggiran kota.
Krisis Ini Panggilan untuk Perubahan
Krisis air bersih di Aceh Besar bukan sekadar akibat cuaca ekstrem. Ini adalah cermin dari minimnya proteksi terhadap sumber daya air dan ketidaksiapan dalam menghadapi perubahan iklim. Pemerintah daerah—baik kabupaten maupun kota—harus menjadikan ini sebagai panggilan darurat untuk merombak kebijakan tata kelola air secara menyeluruh.
Air bukan hanya sumber kehidupan, tapi juga indikator utama dari kesejahteraan dan keberlanjutan suatu daerah. Bila tidak dikelola dengan bijak hari ini, maka krisis yang kini menimpa Aceh Besar akan menjadi kenyataan kelam bagi Banda Aceh esok hari.
Post a Comment for "Krisis Air Bersih di Aceh Besar Ungkap Minimnya Perlindungan Air: Banda Aceh Terancam Tanpa Persiapan"